Giatkan Ruang Dialog Publik, Kemendikbudristek Terima Masukan dan Aspirasi terhadap RUU Sisdiknas

By Ahmad Rajendra

 

Nusakini.com--Jakarta--Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terus membuka ruang partisipasi publik dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Melalui laman sisdiknas.kemdikbud.go.id, sampai saat ini Kemendikbudristek telah menerima lebih dari 1500 masukan tertulis. Selain itu, Kemendikbudristek juga menerima masukan melalui dialog langsung dengan berbagai pemangku kepentingan.

Kemendikbudristek berdialog dengan Perkumpulan Homeschooler Indonesia (PHI) yang datang dari berbagai kota di Indonesia, Senin (12/9). Pertemuan ini untuk mendiskusikan isu-isu terkait pesekolahrumah (homeschooler) di dalam naskah RUU Sisdiknas terbaru.

Anindito menjelaskan bahwa RUU Sisdiknas berangkat dari asumsi bahwa pendidikan formal dan nonformal memiliki derajat yang setara. "Saat ini lulusan pendidikan nonformal dan informal dianggap lebih rendah, sehingga lulusannya harus mengikuti ujian untuk disetarakan dengan lulusan sekolah formal. Ini yang perlu dikoreksi. Dalam RUU Sisdiknas, ujian dilakukan untuk melihat kesetaraan hasil belajar dengan standar nasional. Bukan untuk melihat apakah lulusan nonformal sudah setara dengan (sekolah) formal," jelas Anindito.

Koordinator Nasional PHI, Ellen Nugroho menyampaikan apresiasinya pada Kemendikbudristek yang membuka ruang dialog. “Kami melihat masukan di diskusi terpumpun yang lalu telah relatif diakomodasi oleh pemerintah. PHI melihat niat baik dari RUU Sisdiknas, bukan untuk mempersulit, tetapi untuk memberikan ruang, pengakuan, perlindungan, jaminan fleksibilitas, akuntabilitas, dan jalan bagi pesekolahrumah (homeschooler),” jelas Ellen.

Ellen menyampaikan masukan untuk draf terbaru RUU Sisdiknas. “Saat ini, anak-anak yang bersekolahrumah harus terdaftar di PKBM (Paket A, B, atau C) jika mereka ingin diakui oleh pemerintah sebagai peserta didik dan memperoleh ijazah. Artinya, pengakuan atas sekolahrumah masih belum ideal,” ujar Ellen. Ia lantas mempertanyakan, “Jika pesekolahrumah diikat dalam jalur pendidikan nonformal, apakah nantinya pesekolahrumah akan diikat dengan aturan-aturan yang mengikuti satuan pendidikan nonformal dan bagaimana prosedurnya?”

Noor Aini Prasetyawati dan Wimurti Kusman, perwakilan PHI Solo dan Cilegon, menyampaikan aspirasi mereka tentang diskriminasi yang kerap diterima oleh pesekolahrumah, misalnya diskriminasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. “Saat ini masih terjadi diskriminasi untuk pendaftaran seleksi masuk perguruan tinggi. Lalu, bagaimana RUU Sisdiknas maupun aturan di bawahnya menjamin tidak akan ada lagi praktik diskriminasi ini?” tanya Noor.

Menanggapi hal tersebut, Anindito mengakui bahwa praktik yang ada saat ini masih belum ideal bagi pesekolahrumah. “Melalui RUU Sisdiknas, ke depannya pemerintah juga ingin memberi pengakuan yang lebih kuat sekaligus fleksibilitas pada pendidikan nonformal, termasuk sekolahrumah," ungkap Anindito. Hal itu dicapai dengan membebaskan pendidikan nonformal dari standar-standar yang tidak relevan. "Dalam RUU Sisdiknas, pendidikan nonformal, termasuk sekolahrumah, hanya akan diikat dengan standar nasional dalam hal capaian, yaitu karakter dan kompetensi yang harus dikembangkan," jelas Anindito.

Totok Suprayitno, Analis Kebijakan Ahli Utama Kemendikbudristek menjelaskan bahwa pengaturan tersebut dirancang untuk memperluas spektrum pendidikan nonformal sehingga dapat menaungi beragam praktik baik yang sudah ada. Totok menegaskan bahwa dengan pengaturan yang lebih fleksibel, jalur pendidikan nonformal dapat menjadi rumah yang nyaman bagi sekolahrumah karena memperkuat pengakuan sekaligus tetap memberi kebebasan.

Menutup pertemuan antara PHI dan Kemendikbudristek, Anindito menyampaikan apresiasi atas masukan yang telah diterima. “Meski tidak semua poin bisa disepakati, dialog ini membuahkan beberapa titik temu yang penting. Catatan dari diskusi dan pertemuan ini akan menjadi bagian dari bahan perbaikan dan revisi draf RUU Sisdiknas dalam proses selanjutnya,” kata Anindito.

Ellen menyampaikan bahwa pada prinsipnya PHI bersedia untuk ikut terus berdialog dan memberi masukan kepada Kemendikbudristek untuk memperbaiki RUU Sisdiknas. Kepala Biro Hukum Kemendikbudristek, Dian Wahyuni, kemudian menegaskan kembali bahwa masukan dari para pemangku kepentingan terkait masih dapat diterima di tahap-tahap selanjutnya dalam proses perancangan RUU Sisdiknas.

Kemendikbudristek terus berkomitmen menjalankan proses ini secara transparan dan partisipatif, serta membuka ruang aspirasi bagi publik dan para pemangku kepentingan terkait untuk memberi masukan terhadap draf RUU Sisdiknas. Publik dapat mempelajari lebih lanjut tentang RUU Sisdiknas dan menyampaikan masukan tertulis melalui laman resmi https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/.(rilis)